Pelayanan bermutu atau berkualitas sering dikaitkan dengan biaya. Rosemary
E. Cross mengatakan bahwa secara umum pemikiran tentang kualitas sering
dihubungkan dengan kelayakan, kemewahan, kecantikan, nilai uang, kebebasan dari
rasa sakitdan ketidaknyamanan, usia harapan hidup yang panjang, rasa hormat,
kebaikan.
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya
yang di selenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit
serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat.
Tujuan program menjaga mutu secara umum dapat di bedakan menjadi dua yaitu:
a. Tujuan umum
Tujuan umum program menjaga mutu adalah untuk lebih meningkatkan mutu
pelayanan yang di selenggarakan.
b. Tujuan
khusus
Tujuan khusus program menjaga mutu pelayanan dibagi menjadi lima yaitu:
1.
Diketahui
masalah mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
2.
Diketahui
penyebab munculnya masalah mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
3.
Tersusunnya
upaya penyelesaian masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan yang
di temukan.
4.
Terselenggaranya
upaya penyelesaian masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan.
5.
Tersusunnya
saran tidak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan.
2.2
Mutu
pelayanan kebidanan
Mutu pelayanan kebidanan adalah tingkat kesempurnaan dan standar yang telah
ditetapkan dalam memberikan pelayanan kebidanan untuk mengurangi tingkat
kematian.
Mutu pelayanan kebidanan menunjukan pada tingkat kesempurnaan pelayanan
dalam menimbulkan rasa puas pada klien. Kualitas jasa adalah bagian terpenting
dalam memberi kepuasan kepada pelanggan. Pelayanan kebidanan dibawah naungan
organisai profesi juga terus berusaha meningkatkan kualitas pelayanan. Kepuasan
pasien dan kepercayaan pasien terhadap suatu organisasi sebenarnya sangat
memegang peranan penting dalam persaingan disegmen pasar karena pasien/klien
sebagai pelanggan merupakan alat promosi yang paling efektif dan akurat untuk
menarik perhatian pelanggan lainnya dengan cara memberi informasi kepada orang
lain.
Kepuasan pelanggan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh
beberapa faktor :
a.
Pemahaman penggunan jasa tentang jenis pelayanan yang
akan diterima, dalam hal ini aspek komunikasi memegang peranan penting.
b.
Empati (sikap peduli) yang ditunjukan oleh petugas
kesehatan.
c.
Biaya (cost),
tingginya biaya pelayanan kesehatan dapat dianggap sebagai sumber moral pasien
dan keluarganya.
d.
Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi
kebersihan dan kenyamanan ruangan.
e.
Jaminan keamanan yang ditunjukan oleh petugas
kesehatan.
f.
Keandalan dan keterampilan (reabiliti) petugas kesehatan dalam memberikan perawatan.
g.
Kecepatan petugas dalam memberi tanggapan terhadap
keluhan pasien.
Untuk menurunkan angka kematian ibu(AKI) perlu peningkatan standar dalam
menjaga mutu pelayanan kebidanan. Ujung tombak penurunan AKI tersebut adalah
tenaga kesehatan, dalam hal ini adalah bidan. Untuk itu pelayanan kebidanan
harus mengupayakan peningkatan mutu dan memberi pelayanan sesuai standar yang
mengacu pada semua persyaratan kualitas pelayanan dan peralatan kesehatan agar
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Fokus pembangunan kesehatan terhadap
tingginya AKI masih terus menjadi perhatian yang sangat besar dari pemerintah
karena salah satu indikator pembangunan sebuah bangsa AKI dan AKB. Tingginya
AKI di Indonesia dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
a. Faktor masyarakat
Masyarakat dalam hal ini
merupakan pengguna jasa pelayanan kesehatan cenderung
masih kurang memahami:
1.
Kesehatan reproduksi
2.
Pentingnya
pemeriksaan kesehatan selama masa kehamilan
3.
Perilaku hidup
sehat dan gaya hidup yang cenderung berubah dan sulit menerima perubahan
4.
Peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan
yang sangat minim.
b. Faktor tenaga kesehatan
Bidan merupakan tenaga kesehatan yang sangat berperan dalam pelayanan
kebidanan dan kurangnya keterampilan dan pengetahuan bidan dan menyebabkan hal
yang sangat fatal dalam penyelamatan nyawa seorang ibu karena bidan adalah
tenga kesehatan yang paling dekat pada masyarakat yang secara khusus memberi
pelayanan kebidanan kepada ibu dan sebagai pengambil keputusan terhadap seorang
yang telah memercayakan dirinya berada dalam asuhan dan penanganan bidan.
Kurangnya keterampilan bidan dapat disebabkan oleh beberapa hal antara
lain:
1. Faktor usia
bidan yang masih relative muda sehingga terkadang ragu dalam mengambil
keputusan dan kurang meyakinkan masyarakat
2. Kemampuan
komunikasi dengan masyarakat yang masih relative rentan serta keterbatasan
dalam kemampuan penyesuaian diri dengan kondisi sosial budaya setempat
3. Kebutuhan
bidan yang masih banyak untuk seluruh Indonesia dalam rangka penurunan AKI dan
mengantisipasi pertolongan persalinan oleh dukun yang masih tinggi
4. Orientasi
pendidikan kebidanan sebagai pencetak bidan masih belum mengarah penuhnya pada
kualitas lulusannya dan tidak mengarah pada paradigma baru yang terus- menerus
mengarah pada peningkatan kualitas.
5. Bidan senior
yang memang telah berpengalaman di lapangan dalam menolong persalinan kurang
mempunyai minat untuk terus mengembangkan diri dan melatih diri, meningkatkan
pengetahuan, dan mengetahui perkembangan ilmu yang ada saat ini ( up to date)
sehingga cenderung masih lazim menggunakan praktik yang tidak lagi didukung
secaran ilmiah.
6. Terbatasnya fasilitas pengembangan keterampilan bidan itu sendiri karena
biaya dan waktu juga tenaga yang melatih terbatas.
7. Bidan sering lupa tentang prinsif pokok asuhan kebidanan dan konsep
kebidanan itu sendiri.
Kurangnya keterampilan bidan tentu dapat menyebabkan berbagai macam masalah
dalam memberi asuhan , sementra tujuan bidan didik dan ditempatkan ditengah
masyarakat adalah menurunkan AKI . kurangnya keterampilan dapat menyebabkan
hal-hal yang sering kali menjadi penyebab kematian ibu, seperti terlambat
mendapat pertolongan , terlambat merujuk,terlambat mengambil keputusan ,
terlambat mengenali risiko tinggi pada klien sehingga penanganan kehamilan dan
persalinan dengan risiko tinggi terlambat dilakukan.
Kurangnya keterampilan bidan berkomunikasi juga dapat mengakibatkan
penggerakan peran serta aktif masyarakat untuk pembangunan kesehatan dan
kepedulian masyarakat terhadap kesehatan diri dan keluarganya kurang maksimal.
Penyuluhan kesehatan dan konseling untuk mengubah perilaku masyarakat juga
kurang memuaskan. Keterampilan berkomunikasi dan beradaptasi juga dapat
mempengaruhi tingkat kepercayaan pasien dan keinginan pasien untuk menggunakan
jasa yang diberikan oleh bidan. Untuk itu, diharapkan bidan juga mampu melakukan
komunikasi yang baik dan menguasai keterampilan berkomunikasi.
c. Faktor pemerintah
Perhatian pemerintah pada
pelayanan kebidanan masih berfokus pada kuantitas tenaga kesehatan itu sendiri
dan berorientasi pada distribusi atau penyebaran tenaga kesehatan tersebut guna
memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan di tiap wilayah dan meningkatkan cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Dibutuhkan kebijakan pemerintah
yang tegas terhadap penyebaran tenaga kesehatan agar bidan mau ditempatkan di
pedesaan dan daerah terpencil.
2.3 Manajemen Mutu Terpadu Dalam Pelayanan Kebidanan
Untuk dapat menyelenggarakan program menjaga mutu, perlu dipahami apa yang
dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Roberts dan Prevost telah berhasil membuktikan
adanya perbedaan dimensi tersebut, yaitu:
a.
Bagi pemakai
jasa pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi
ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas
dalam melayani pasien,dan/atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita pasien.
b.
Bagi
penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada
dimensi kesesuaian pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan perkembangan
ilmu dan teknologi mutakhir dan/ atau otonomi profesi dalam menyelenggarakan
pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan pasien.
c.
Bagi
penyandang dana pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait
pada dimensi efisiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan, dan/atau
kemampuan menekan biaya penyandang dana.
Peran bidan dalam peningkatan mutu pelayanan kebidanan yaitu:
1.
Bidan harus
mengakui bahwa mereka ada di posisi utama untuk menganjurkan dan memelihara
kualitas dan ini dapat dilakukan melalui kerja sama yang baik dengan menejer
kebidanan mereka, direktur dari pelayanan keperawatan, sesama bidan, dan tenaga
kesehatan lainnya.
2.
Bidan harus
mencoba mengorganisasikan dan menganjurkan diskusi-diskusi tentang mutu
pelayanan kesehatan ini akan membawa mereka terlibat dalam perkembangan
strategi untuk pelayanan kebidanan yang tidak memisahkan pembeli dan penerima
asuhan.
3.
Bidan harus
menyetujui pengambilan keputusan dalam pelayanan kesehatan dapat sulit di
lakukan dan kadang merupakan proses yang menyakitkan.
4.
Bidan harus
mengarti manajemen yang aktif, baik mengelola pelayanan kebidanan maupun
memberi asuhan langsung kepada ibu dan bayi yang meliputi identifikasi dan
ukuran hasil klinis dalam kontrak (asuhan).
5.
Bidan harus
menyetujui bahwa kualitas adalah persoalan yang akan menyatukan mereka dengan
profesional lain.
6.
Bidan juga
harus terus berinisiatif mengambil posisi dalam perencanaan pelayanan
kesehatan, pemantauan, dan pendidikan.
7.
Bidan harus
belajar, mengerti dan bekerja untuk menghasilkan kualitas dan sasaran menuju
masa yang akan datang.
2.4
Perbaikan
kualitas mutu pelayanan kesehatan
1. Bidan
Sebagai Provider
Peran dan fungsi bidan profesional dalam upaya pelayanan kebidanan berfokus
kesehatan reproduksi adalah sebaga berikut :
a.
Pelaksana,
bidan sebagai pemberi pelayanan kepada wanita dalam siklus kehidupannya, asuhan
neonatus, bayi dan balita.
b.
Pengelola,
bidan mengelola asuhan pelayanan kebidanan di setiap tatanan pelayanan
kesehatan, institusi dan komunitas.
c.
Pendidik,
bidan memberi pendidikan kesehatan dan konseling, dalam asuhan dan pelayanan
kesehatan di institusi dan komunitas.
d.
Peneliti,
yang di maksud peneliti di sini adalah asisten peneliti yang membantu
penelitian dalam ruang lingkup asuhan kebidanan .
Bidan harus mampu menjadi konselor untuk menjalankan peran dan fungsinya
sebagai pendidik di tengah- tengah masyarakat, bidan sebagai konselor, bidan
harus mampu meyakinkan ibu bahwa ia berada dalam asuhan orang yang tepat
sehingga ibu mau berbagi cerita seputar permasalahan kesehatan reproduksi yang
di alaminya dan ibu mau menerima asuhan yang di berikan bidan.
2.Organisasi Profesi
Organisasi
profesi adalah badan yang akan menerima masukan dari pelanggang tentang autput
(puas/tidak puas,baik/tidak baik) yang dirasakan oleh pelanggan dari sebuah
system pelayanan, yang turut bertanggung jawab membina pemasuk, kelompok kerja
dan pemilik dalam proses.
AKI dan AKB
yang masih tinggi di Indonesia masih menjadi perhatian utama dalam pembangunan
bangsa karena AKI merupakan indikator kesejahteraan sebuah bangsa dalam
penurunan AKI dan AKB, peran bidan sangat penting karena bidan sebagai pemberi
pelayanan kepada ibu dan anak yang tersebar dari tingkat pedesaan sampe
perkotaan
Walaupun
pada kenyataannya penyebaran tenaga bidan di tingkat desa masih belum memadai
dan di perkotaan pelayanan kebidanan yang ditangani bidan lebih besar dari pada
yang ditangani dokter sepesialis kebidanan.
Bidan adalah
SDM yang di butuhkan untuk peningkatan derajat kesehatan bangsa Indonesia yang
di fokuskan untuk penurunan AKI dan AKB. Untuk itu, perlu penyediaan SDM yang
sebaik-baiknya dengan menciptakan bidan yang professional.Pendidikan
berkelanjutan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, hubungan
antar manusia dan moral bidan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/pelayanan dan
standar yang telah di tentukan oleh hasil konsil melalui pendidikan formal dan
non formal.
Tujuan
pendidikan berkelanjutan adalah :
a.
Pemenuhan standar. Dalam hal ini standar kemampuan
yang telah di tentukan oleh konsil kebidanan untuk melakukan regristasi untuk
mendapatkan praktik bidan.
b.
Meningkatkan produktifitas kerja.
c.
Meningkatkan pemahaman tentang etika profesi.
d.
Meningkatkan karier.
e.
Meningkatkan kepemimpinan
f.
Meningkatkan kepuasan konsumen.
2.5
Bentuk
Program Menjaga Mutu Pelanyanan Kebidanan
1. Lisensi
Lisensi adalah proses
administasi yang dilakukan oleh pemerintah atau yang berwewenang berupa surat
izin praktik yang diberikan kepada tenaga profesi yang telah teregistrasi untuk
pelayanan mandiri.
a.
Tujuan
lisensi:
1)
Tujuan umum
lisensi :
Melindungi masyarakat dari pelayanan profesi.
2)
Tujuan khusus lisensi :
Memberi
kejelasan batas wewenang dan menetapkan sarana dan prasarana.
2. Akreditasi
Akreditasi adalah kegiatan
yang dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada
jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan
berdasarkan kriteria yang terbuka
3. Standarisasi
Standarisasi adalah suatu
pernyataan tentang mutu yang diharapkan yaitu yang menyangkut masukan proses
dari system pelayanan kesehatan.
2.6
Program
Menjaga Mutu Pelayanan
Program menjaga mutu adalah
suatu upaya terpadu yang mencakup identifikasi dan penyelesaian masalah
pelayanan yang diselenggarakan, serta mencari dan memanfaatkan berbagai peluang
yang ada untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan (The American Hospital
Association, 1988).
Untuk menunjang mutu pelayanan kebidanan ada beberapa bentuk program
ditinjau dari waktu dilaksanakannya kegiatan menjaga mutu, yaitu :
1. Program
menjaga mutu prospektif (prospective
quality assurance)
Program
menjaga mutu prospektif adalah program menjaga mutu yang dilaksanakan sebelum
pelayanan kesehatan diselenggarakan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih
ditujukan pada unsure masukan serta lingkungan. Untuk menjamin terselenggaranya
pelayanan kesehatan yang bermutu, perlulah diupayakan unsur masukan dan
lingkungan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Prinsip pokok
program menjaga mutu prospektif sering dimanfaatkan dalam menyusun peraturan
perundang-undangan. Beberapa diantaranya yang terpenting adalah :
a.
Perizinan (licensure)
Sekalipun
standarisasi telah terpenuhi, bukan lalu berarti mutu pelayanan kesehatan
selalu dapat dipertanggung jawabkan. Untuk mencegah pelayanan kesehatan yang
tidak bermutu, standarisasi perlu diikuti dengan perizinan yang lazimnya
ditinjau secara berkala. Izin menyelenggarakan pelayanan kesehatan hanya diberikan
kepada institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksana yang memenuhi persyaratan.
Lisensi adalah proses administasi yang dilakukan oleh pemerintah atau yang
berwewenang berupa surat izin praktik yang diberikan kepada tenaga profesi yang
telah teregistrasi untuk pelayanan mandiri.
b.
Sertifikasi (certification)
Sertifikasi
adalah tindak lanjut dari perizinan,yakni memberikan sertifikat (pengakuan)
kepada institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksanan yang benar-benar memenuhi
persyaratan.
c.
Akreditasi (accreditation)
Akreditasi
adalah bentuk lain dari sertifikasi yang nilainya dipandang lebih tinggi.
Lazimnya akreditasi tersebut dilakukan secara bertingkat, yakni yang sesuai
dengan kemampuan institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksana yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan. Akreditasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menentukan
kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non
formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang
terbuka.
2. Program
Menjaga Mutu Konkuren
Yang
dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren adalah yang diselenggarakan
bersamaan dengan pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih
ditujukan pada standar proses, yakni memantau dan menilai tindakan medis,
keperawatan dan non medis yang dilakukan. Program menjaga mutu konkuren adalah
program menjaga mutu yang dilaksanakan bersamaan dengan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan pada
unsure proses, yakni menilai tindakan medis dan nonmedis yang dilakukan.
Apabila kedua tindakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan, maka berarti pelayanan kesehatan yang diselenggarakan kurang
bermutu.
Program
menjaga mutu konkuren dinilai paling baik, namun paling sulit dilaksanakan.
Penyebab utamanya adalah karena adanya factor tentang rasa serta ‘bias’ pada
waktu pengamatan. Seseorang akan cenderung lebih berhati-hati, apabila
mengetahui sedang diamati. Kecuali apabila pelayanan kesehatan tersebut dilaksanakan
oleh satu tim (team work), atau apabila telah terbentuk kelompok kesejawatan (peer
group).
Mutu
pelayanan kesehatan sebenarnya menunjuk pada penampilan (performance) dari
pelayanan kesehatan yang dikenal dengan Keluaran (output) yaitu hasil
akhir kegiatan dari tindakan dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap pasien,
dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun
sebaliknya. Sedangkan baik atau tidaknya keluaran tersebut sangat dipengaruhi
oleh proses (process), masukan (input) dan lingkungan (environment).
Maka jelaslah bahwa baik atau tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat
dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut, dan untuk menjamin baiknya mutu
pelayanan kesehatan ketiga unsur harus diupayakan sedemikian rupa agar sesuai
dengan standar dan atau kebutuhan.
3. Program
Menjaga Mutu Retrospektif
Program
menjaga mutu retrospektif adalah program menjaga mutu yang dilaksanakan setelah
pelayanan kesehatan diselenggarakan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih
ditujukan pada unsur keluaran, yakni menilai pemanpilan peleyanan kesehatan.
Jika penampilan tersebut berada dibawah standar yang telah ditetapkan, maka
berarti pelayanan kesehtan yang diselenggarakan kurang bermutu.
Karena
program menjaga mutu retrospektif dilaksanakan setelah diselenggarakannya
pelayanan kesehatan, maka objek program menjaga mutu umumnya bersifat tidak
langsung. Dapat berupa hasil dari pelayanan kesehatan, atau pandangan pemakai
jasa pelayanan kesehatan. Beberapa contoh program menjaga mutu retrospektif
adalah:
a. Review rekam
medis (record review)
Disini
penampilan pelayanan kesehatan dinilai dari rekam medis yang dipergunakan.
Semua catatan yang ada dalam rekam medis dibandingkan dengan standar yang telah
ditetapkan. Tergantung dari masalah yang ingin dinilai, reviu rekam medis dapat
dibedakan atas beberapa macam. Misalnya drug usage review jika yang dinilai
adalah penggunaan obat, dan atau surgical case review jika yang dinilai adalah
pelayanan pembedahan. Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang
diberikan, penggunaan sumber daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang
direfleksikan pada catatan-catatan. Penilaian dilakukan baik terhadap
dokumennya sendiri apakah informasi memadai maupun terhadap kewajaran dan
kecukupan dari pelayanan yang diberikan.
b. Review
jaringan (tissue review)
Disini
penampilan pelayanan kesehatan (khusus untuk bedah) dinilai dari jaringan
pembedahan yang dilakukan. Apabila gambaran patologi anatomi dari jaringan yang
diangkat telah sesuai dengan diagnosis yang ditegakkan, maka berarti pelayanan
bedah tersebut adalah pelayanan kesehatan yang bermutu.
c.
Survai klien (client survey)
Disini
penampilan pelayanan kesehatan dinilai dari pandangan pemakai jasa pelayanan
kesehatan. Survai klien ini dapat dilakukan secara informal, dalam arti
melangsungkan tanya jawab setelah usainya setiap pelayanan kesehatan, atau
secara formal, dalam arti melakukan suatu survei yang dirancang khusus. Survei
dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara langsung maupun
melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur. Misalnya : survei kepuasan
pasien.
4. Program
Menjaga Mutu Internal
Yang
dimaksud dengan Program menjaga mutu internal adalah bentuk kedudukan
organisasi yang bertanggung jawab menyelenggarakan Program Menjaga Mutu berada
di dalam institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Untuk ini di
dalam institusi pelayanan kesehatan tersebut dibentuklah suatu organisasi
secara khusus diserahkan tanggung jawab akan menyelenggarakan Program Menjaga
Mutu.
Tujuan
Program Menjaga Mutu secara umum dapat dibedakan atas dua macam. Tujuan
tersebut adalah:
a.
Tujuan Umum
Tujuan umum
Program Menjaga Mutu adalah untuk lebuih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan.
b.
Tujuan Khusus
Tujuan
khusus Program Menjaga Mutu dapat dibedakan atas lima macam yakni:
1. Diketahuinya
masalah mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarkan.
2. Diketahuinya
penyebab munculnya masalah kesehatan yang diselenggarakan.
3. Tersusunnya
upaya penyelesaian masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan yang ditemukan.
4. Terselenggarakan
upaya penyelesaian masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan yang
ditemukan.
5. Tersusunnya
saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan.
Jika
ditinjau dari peranan para pelaksananya, secara umum dapat dibedakan atas dua
macam :
1.
Para pelaksana program menjaga mutu adalah para ahli
yang tidak terlibat dalam pelayanan kesehatan (expert group) yang secara
khusus diberikan wewenang dan tanggung jawab menyelenggarakan program menjaga
mutu.
2.
Para pelaksana program menjga mutu adalah mereka yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan (team based),jadi semacam gugus
kendali mutu,sebagaimana yang banyak dibentuk didunia industry.
Dari dua
bentuk organisasi yang dapat dibentuk ini, yang dinilai paling baik adalah
bentuk yang kedua, karena sesungguhnya yang paling bertanggungjawab
menyelenggarakan program menjaga mutu seyogyanya bukan orang lain melainkan
adalah mereka yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan itu sendiri.
5. Program
Menjaga Mutu Eksternal
Pada bentuk
ini kedudukan organisasi yang bertanggung jawab menyelenggarakan program
menjaga mutu berada diluar institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
Untuk ini, biasanya untuk suatu wilayah kerja tertentu dan/atau untuk kepentingan
tertentu, dibentuklah suatu organisasi, diluar institusi yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan, yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan pelayanan
kesehatan, yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan program menjaga
mutu, misalnya suatu badan penyelenggara program asuransi kesehatan, yang untuk
kepentingan programnya, membentuksuatu unit program menjaga mutu, guna
memantau, menilai serta mengajukan saran-saran perbaikan mutu pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan oleh berbagai institusi pelayanan kesehatan yang
tergabung dalam program yang dikembangkannya.
Pada program
menjaga mutu eksternal seolah-olah ada campur tangan pihak luar untuk pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan oleh suatu institusi pelayanan kesehatan, yang biasanya
sulit diterima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar