2.1 Falsafah Mutu
Mutu ( quality ) dapat didefinisikan sebagai keseluruhan
karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuan dalam memuaskan
kebutuhan konsumen, baik kebutuhan yang dinyatakan maupun kebutuhan yang
tersirat.
Perbaikan mutu merupakan upaya transformasi budaya
kerja organisasi melalui pengalaman belajar sehingga merubah cara berpikir
setiap orang yang terlibat dalam organisasi dan cara organisasi dikelola,
sehingga berubah ke arah yang lebih baik.
Contoh falsafah mutu:
a.
Hari esok harus lebih baik dari hari
sekarang
b.
Pelanggan puas adalah harapan kami
c.
Meningkatkan mutu pelayaman adalah tekad
kami
d.
Apa yang kita tulis sekarang kita
kerjakan dan apa yang kita kerjakan kita tulis.
2.2 Pengertian QA
Jaminan Mutu (QA)
adalah suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis,
obyektif dan terpadu untuk; Menetapkan masalah dan penyebabnya berdasarkan
standar yang telah ditetapkan, menetapkan upaya penyelesaian masalah dan
melaksanakan sesuai kemampuan menilai pencapaian hasil dengan menggunakan
indikator yang ditetapkan, menetapkan dan menyusun tindak lanjut untuk
meningkatkan mutu pelayanan.
Walaupun mutu tidak
selalu dapat dijamin tetapi dapat diukur. Jika bisa diukur, berarti bisa ditingkatkan
dan dapat disempurnakan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi
indikator kunci mutu dalam pelayanan, memonitor indikator tersebut dan mengukur
mutu hasilnya. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan adalah
mengidentifikasi proses – proses kunci yang mengarah pada hasil tersebut
(outcome). Dengan berfokus pada upaya peningkatan proses, tingkat mutu dari
hasil yang dicapai akan meningkat. Jadi, upaya pendekatan yang dilakukan
diawali dari jaminan mutu (QA), mengarah pada peningkatan mutu yang proaktif
(QI).
2.3 Kegunaan QA
2.3.1 Dapat
lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.
Peningkatan
efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat diselesaikannya
masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan
diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah
telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian
masalah telah dilakukan secara benar.
2.3.2 Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan
kesehatan.
Peningkatan
efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya
penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya
tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai
efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan dapat dicegah.
2.3.3 Dapat lebih meningkatkan penerimaan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Peningkatan
penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa
pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya
pasti akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
secara keseluruhan.
2.3.4 Dapat melindungi pelaksana pelayanan
kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.
Pada
saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial
ekonomi masyarakat serta diberlakukannya berbagai kebijakan perlindungan
publik, tampak kesadaran hukum masyarakat makin meningkat pula. Untuk
melindungi kemungkinan munculnya gugatan hukum dari masyarakat yang tidak puas
terhadap pelayanan kesehatan, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan
kecuali berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya.
Dalam kaitan itu peranan program menjaga mutu jelas amat penting, karena
apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan dapatlah diharapkan
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang akan berdampak pada
peningkatan kepuasan para pemakai jasa pelayanan kesehatan.
2.4 Jenis
QA (Jaminan Mutu)
2.4.1 Program menjaga mutu prospektif (Yang diselenggarakan sebelum pelayanan
kesehatan)
Adalah program menjaga mutu yang
diselenggarakan sebelum pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama
lebih ditunjukkan pada standar masukan dan standar lingkungan yaitu pemantauan
dan penilaian terhadap tenaga pelaksana, dana, sarana, di samping terhadap
kebijakan, organisasi, dan manajemen institusi kesehatan.
Prinsip pokok program menjaga mutu prospektif sering dimanfaatkan dan
tercantum dalam banyak peraturan perundang-undangan, di antaranya :
Standardisasi (Standardization),perizinan (Licensure), Sertifikasi
(Certification), akreditasi (Accreditation).
Prinsip-prinsip pokok program menjaga
mutu
a. Standarisasi
Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna
yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal, atau disebut pula sebagai
kisaran variasi yang masih dapat diterima (Clinical Practice Guideline, 1990).
b. Lisensi
(Perizinan)
1)
Standarisasi
perlu diikuti dengan perizinan untuk mencegah pelayanan yang tidak bermutu
2)
Izin menyelenggarakan pelayanan kesehatan hanya
diberikan kepada institusi kesehatan yang telah memenuhi standar yang telah
ditetapkan
c. Sertifikasi
1)
Sertifikasi adalah tindak lanjut dari perizinan, yakni
memberikan sertifikat (pengakuan) kepada institusi kesehatan yang benar-benar
telah dan atau tetap memenuhi persyaratan
2)
Ditinjau serta diberikan secara berkala
d. Akreditasi
1)
Akreditasi adalah bentuk lain dari sertifikasi yang
nilainya dipandang lebih tinggi
2)
Dilakukan secara bertingkat, yakni sesuai dengan
kemampuan institusi kesehatan.
3)
Ditinjau serta
diberikan secara berkala.
2.4.2 Program menjaga mutu konkruen
Yang dimaksud dengan Program
menjaga mutu konkuren adalah yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan
kesehatan.
Pada bentuk ini perhatian utama
lebih ditujukan pada standar proses, yakni memantau dan menilai tindakan medis,
keperawatan dan non medis yang dilakukan.
a. Diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan
b. Perhatian utama pada standar proses, memantau dan menilai tindakan medis
dan non medis yg dilakukan. Apabila kedua tindakan tersebut tidak sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan, maka berarti pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan kurang bermutu.
c. Proram menjaga mutu ini paling sulit dilaksanakan, hal ini antara lain
disebabkan karena ada faktor tenggang rasa antara sesama teman sejawat yang
dinilai
2.4.3 Program menjaga mutu retrospektif
Yang dimaksud dengan program
menjaga mutu restrospektif adalah yang diselenggarakan setelah pelayanan
kesehatan.
Pada bentuk ini perhatian utama
lebih ditujukan pada standar keluaran, yakni memantau dan menilai penampilan
pelayanan kesehatan, maka obyek yang dipantau dan dinilai bersifat tidak
langsung, dapat berupa hasil kerja pelaksana pelayanan .atau berupa pandangan
pemakai jasa kesehatan. Contoh program menjaga mutu retrospektif adalah :
Record review, tissue review, survei klien dan lain-lain.
a. Diselenggarakan setelah selesainya pelayanan kesehatan
b. Perhatian utama pada standar keluaran
c. Jika penampilan tersebut di bawah standar yang telah ditetapkan maka
berarti pelayanan kesehatan yang diselenggarakan kurang bermutu.
1) Contoh program menjaga mutu
a. Review Rekam Medis
Penampilan pelayanan dinilai dari rekam medis yang digunakan pada pelayanan
kesehatan. Semua catatan yang ada dalam rekam medis dibandingkan dengan standar
yang telah ditetapkan.
b. Review Jaringan
Penampilan pelayanan kesehatan yang dinilai adalah dari jaringan yang
diangkat pada tindakan pembedahan. Misalnya tindakan apendiktomi, jika gambaran
patologi anatomi dari jaringan yang diangkat sesuai degan diagnosa yang
ditegakkan, maka mutu pelayanannya baik.
c. Survei Klien
Penampilan pelayanan dinilai dari
pandangan pemakai jasa.
2.3.4 Program menjaga mutu Internal
a.
Program Menjaga
Mutu dilaksanakan oleh suatu organisasi yang dibentuk di dalam institusi
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
b.
Sebaiknya
keanggotaan organisasi pelaksana program menjaga mutu adalah mereka yang
meyelenggarakan pelayanan kesehatan (dapat semuanya atau hanya perwakilan).
c.
Pembentukan
organisasi sebaiknya pada setiap unit organisasi yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
2.3.5 Program menjaga mutu Eksternal
a.
Dilaksanakan
oleh suatu organisasi khusus yang dibentuk di luar institusi pelayanan
kesehatan
b.
Merupakan
pelengkap program menjaga mutu internal, yang perannya lebih banyak bersifat
lembaga pembanding. (Apabila terdapat perselisihan pendapat tentang hasil
penilaian mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh program menjaga
mutu internal)
Jika dibandingkan antara program
menjaga mutu internal dengan program menjaga mutu eksternal maka program
menjaga mutu internal yang lebih baik, karena program menjaga mutu akan lebih
mudah tercapai (penyelenggaranya terlibat langsung).
Juga untuk dapat menyelenggarakan
program menjaga mutu eksternal dibutuhkan sumber daya yg tidak sedikit (dalam
banyak hal sulit dipenuhi)
2.5 Tahapan/Langkah
Peningkatan Mutu
2.5.1 Siklus Deming
Siklus PDCA atau Plan – Do – Check – Action dipopulerkan oleh W
Edwards Deming (14 Oktober 1900 – 20 Desember 1993) seorang Professor,
Pengarang Buku, Pengajar dan Konsultan. Ia dianggap sebagai bapak pengendalian
kualitas modern sehingga siklus ini sering disebut juga dengan siklus
Deming. Siklus PDCA atau Siklus ‘Rencanakan – Kerjakan – Cek –
Tindaklanjuti adalah suatu proses pemecahan masalah empat langkah yang umum
digunakan dalam pengendalian kualitas.
Deming yang
merupakan pencetus dari siklus PDCA ini mengatakan bahwa jika
organisasi ingin menghasilkan mutu dari produk atau jasa yang akan dihasilkan,
maka roda siklus PDCA harus berputar. Artinya, proses Plan Do Check Action
harus dijalankan. Pekerjaan harus direncanakan. Rencana yang telah dibuat harus
dijalankan. Pelaksanaan pekerjaan dimonitoring, diukur atau dinilai. Hasil
penilaian dilakukan analisis, hasil analisis digunakan untuk merencanakan
pengembangan berikutnya. Demikian seterusnya sehingga siklus PDCA berjalan dan
organisasi akan selalu mampu memenuhi standar mutu dan berkembang secara
berkelanjutan.
Siklus PDCA dapat
diibaratkan seperti sebuah bola yang harus di dorong naik menuju ke arah tujuan
yang telah ditetapkan yang letaknya di atas. Untuk itu diperlukan upaya dan
tenaga yang tidak sedikit untuk mencapai tujuan tersebut. Tanpa upaya, mustahil
bola siklus PDCA tersebut akan mencapai tujuannya. Hal ini menunjukkan bahwa
untuk mencapai mutu tertentu itu harus diupayakan, diusahakan dan di dukung
oleh semua pihak yang berkepentingan. Mutu yang baik tidak mungkin datang
dengan sendirinya. Namun dalam upaya mendorong bola siklus PDCA tersebut ke
atas, selain diperlukan upaya dan tekad untuk mendorongnya sampai di atas juga
diperlukan alat untuk mengganjal agar bola siklus PDCA ini tidak turun ke bawah
tetapi bisa di tahan pada level tertentu. Alat untuk mengganjal hal tersebut
adalah standar. Jika target pada level tertentu sudah tercapai maka bola siklus
PDCA ini bisa di dorong lagi lebih ke atas. Demikian seterusnya sampai bola
siklus PDCA ini mencapai tujuan
a.
Siklus PDCA
1)
Plan (Perencanaan)
Dalam tahapan siklus PDCA ini tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan
menganalisa masalah. Tentukanlah masalahnya. Identifikasi dengan tepat.
Beberapa management tools yang bisa digunakan dalam tahap ini
antara lain Drill Down, Cause & Effect Diagrams dan The
5 Whys
2)
Do (Kerjakan)
Mengembangkan dan menguji beberapa solusi yang potensial. Fase ini
melibatkan beberapa kegiatan:
a.
Menghasilkan solusi yang mungkin.
b.
Memilih yang terbaik dari solusi tersebut, bisa dengan
menggunakan Impact Analysis
c.
Menerapkan atau menguji solusi yang di dapat pada
skala kecil atau group kecil atau pada area yang terbatas.
Dalam siklus PDCA, Do bukanlah menjalankan proses tetapi melakukan uji coba
atau test. Proses dijalankan pada tahap Act.
3)
Check (Cek)
Mengukur tingkat efektifitas hasil uji test solusi yang dikerjakan dan
menganalisa apakah hal itu bisa diterapkan dengan cara lain. Pada tahap ini
kita mengukur seberapa efektif percobaan yang telah dilakukan pada tahap siklus
PDCA sebelumnya yaitu: Do. Selain itu, tahapan ini juga menarik pembelajaran
sebanyak mungkin sehingga nantinya bisa dihasilkan hasil yang lebih baik.
Dalam tahapan siklus PDCA Do dan Check – dengan melihat skala dan area
perbaikan yang akan dilakukan – kita dapat mengulangi tahapan ini sebelum ke
tahapan berikutnya jika dirasa perlu. Jika hasilnya sudah memuaskan barulah
kita dapat menuju ke tahap siklus PDCA berikutnya yaitu: Act
4)
Act (Tindaklanjuti)
Menindaklanjuti hasil untuk membuat perbaikan yang diperlukan. Ini berarti
juga meninjau seluruh langkah dan memodifikasi proses untuk memperbaikinya
sebelum implementasi berikutnya. Jika tahapan ini sudah selesai dan kita sudah
sampai di tahapan berikutnya yang lebih baik, kita bisa mengulang proses ini
dari awal kembali untuk mencapai tahapan yang lebih tinggi.
Siklus PDCA memberikan kita tahapan proses pemecahan masalah yang terukur
dan akurat. Siklus PDCA ini efektif untuk:
a.
Membantu penerapan Kaizen atau Proses Perbaikan Terus
Menerus. Ketika siklus PDCA ini diulangi kembali ia akan membuka kemungkinan
untuk menemukan area baru yang perlu ditingkatkan.
b.
Mengindentifikasi solusi solusi baru untuk
meningkatkan proses berulang secara signifikan.
b.
Membuka cakrawala yang lebih luas akan solusi masalah
yang ada, mengujinya dan meningkatkan hasilnya dalam proses yang terkontrol
sebelum diimplementasikan secara luas.
c.
Menghindari pemborosan sumber daya secara luas.
2.5.2 Penerapan TQM
TQM
adalah pendekatan manajemen pada suatu organisasi, berfokus pada kualitas dan
didasarkan atas partisipasi dari keseluruhan sumber daya manusia dan ditujukan
pada kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan dan memberikan manfaat pada anggota
organisasi (sumber daya manusianya) dan masyarakat TQM juga diterjemahkan
sebagai pendekatan berorientasi pelanggan yang memperkenalkan perubahan
manajemen yang sistematik dan perbaikan terus menerus terhadap proses, produk,
dan pelayanan suatu organisasi. Proses TQM memiliki input yang spesifik
(keinginan, kebutuhan, dan harapan pelanggan), mentransformasi (memproses) input
dalam organisasi untuk memproduksi barang atau jasa yang pada gilirannya
memberikan kepuasan kepada pelanggan (output). Tujuan utama Total Quality Management adalah perbaikan
mutu pelayanan secara terus-menerus. Dengan demikian, juga Quality
Management sendiri yang harus dilaksanakan secara terus-menerus.
Delapan
alat TQM yang diuraikan adalah sebagai berikut:
a.
Curah Pendapat (Sumbang Saran) – Brainstorming
Curah
pendapat adalah alat perencanaan yang dapat digunakan untuk mengembangkan
kreativitas kelompok. Curah pendapat dipakai, antara lain untuk menentukan
sebab-sebab yang mungkin dari suatu masalah atau merencanakan langkah-langkah
suatu proyek.
b.
Diagram Alur (Bagan Arus Proses)
Bagan
arus proses adalah satu alat perencanaan dan analisis yang digunakan, antara
lain untuk menyusun gambar proses tahap demi tahap untuk tujuan analisis,
diskusi, atau komunikasi dan menemukan wilayah-wilayah perbaikan dalam proses.
c.
Analisis SWOT
Analisis
SWOT adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk menganalisis
masalah-masalah dengan kerangka Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan),
Opportunities (peluang), dan Threats (ancaman).
d.
Ranking Preferensi
Alat
ini merupakan suatu alat interpretasi yang dapat digunakan untuk memilih
gagasan dan pemecahan masalah di antara beberapa alternatif.
e.
Analisis Tulang Ikan
Analisis
tulang ikan (juga dikenal sebagai diagram sebab-akibat) merupakan alat
analisis, antara lain untuk mengkategorikan berbagai sebab potensial dari suatu
masalah dan menganalisis apa yang sesungguhnya terjadi dalam suatu proses.
f.
Penilaian Kritis
Penilaian
kritis adalah alat bantu analisis yang dapat digunakan untuk memeriksa setiap
proses manufaktur, perakitan, atau jasa. Alat ini membantu kita untuk
memikirkan apakah proses itu memang dibutuhkan, tepat, dan apakah ada
alternatif yang lebih baik.
g.
Benchmarking
Benchmarking adalah proses
pengumpulan dan analisis data dari organisasi kita dan dibandingkan dengan
keadaan di dalam organisasi lain. Hasil dari proses ini akan menjadi patokan
untuk memperbaiki organisasi kita secara terus menerus. Tujuan benchmarking adalah
bagaimana organisasi kita bisa dikembangkan sehingga menjadi yang terbaik.
h.
Diagram Analisa Medan Daya (Bidang
Kekuatan)
Diagram
medan daya merupakan suatu alat analisis yang dapat digunakan, antara lain
untuk mengidentifikasi berbagai kendala dalam mencapai suatu sasaran dan
mengidentifikasi berbagai sebab yang mungkin serta pemecahan dari suatu masalah
atau peluang.
2.5.3 Penerapan ISO
ISO 9001:2000 merupakan salah satu standar
persyaratan sistem manajamen mutu (SMM). ISO 9001:2000 adalah nomor acuan pada
seri standar internasional yang menjabarkan kriteria tentang SMM. Pada standar tersebut terdapat persyaratan yang mendasar bagi organisasi
apapun yang berminat untuk menerapkan standar ini. Standar ini merupakan seri
ISO yang menjadi best seller dan diadopsi secara luas oleh organisasi di
seluruh dunia. Keberhasilan seri ISO 9001:2000 disebabkan pada sistem yang
diterapkan dilandasi oleh suatu sistem yang konsisten, sistem pengedalian dan
pencegahan serta upaya peningkatan secara berkelanjutan (Indranata, 2006).
Manajemen ISO 9001:2000 dapat
meningkatkan mutu karena diterapkan prinsip PDCA (Plan Do Check Action),
visi, misi, dan kebijakan jelas serta adanya sasaran mutu sebagai bentuk
keinginan untuk meningkatkan mutu. Orientasi pelayanan mutu dan target adalah
kepuasan pelanggan, masalah menjadi lebih jelas, persepsi dan pelayanan yang
efektif dan efisien (Suardi, 2003).
Secara umum adanya pendekatan SMM
memberikan manfaat yang sangat besar bagi setiap organisasi yang menerapkannya.
Manfaat tersebut terlihat antara lain :
a.
Adanya
konsistensi pelaksanaan/aktifitas di organisasi dan mampu telusur. Apabila SMM
dilaksanakan dengan benar manfaat yang dirasakan adalah :
1)
Memberikan
pendekatan praktik yang terbaik (best practice) yang sistematis untuk
pencapaian manajemen mutu.
2)
Memastikan
konsistensi operasi untuk memelihara mutu produk (barang dan jasa).
3)
Menetapkan
kerangka kerja untuk proses peningkatan mutu lebih lanjut dengan membakukan
proses guna memastikan konsistensi dan mampu telusur serta meningkatakan
hubungan antar fungsi unit kerja/departemen pada organisasi yang mempengaruhi
mutu.
b.
Adanya aspek
pengendalian dan pencegahan
Kunci pokok untuk menjaga mutu
adalah pengendalian produk yang tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan dan mencegah produk yang jelek sampai di tangan pelanggan.
Oleh karena itu sistem tersebut
diperlukan untuk :
1)
Menentukan
secara jelas tanggung jawab dan wewenang dari personel kunci yang mempengaruhi
mutu.
2)
Mendokumentasikan
prosedur secara baik dalam rangka menjalankan operasi proses bisnis pada
aktifitas proses menghasilkan produk (product operation).
3)
Menerapkan
sistem dokumentasi yang effektif melalui mekanisme dengan sistem audit internal
dan tinjauan manajemen secara berkelanjutan.
c.
Dilihat dari
aspek pembelajaran dan tumbuh kembang organisasi.
Manfaat penerapan SMM dari perpektif tersebut adalah :
1)
Sebagai sarana
pemasaran yang efekfif.
2)
Dapat
meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan melalui pendekatan secara
sistematik dan terorganisir pada pemastian mutu.
3)
Dapat
meningkatkan citra dan daya saing organisasi/organisasi.
4)
Dapat
meningkatkan produktifitas dan mutu produk dengan memenuhi persyaratan
pelanggan melalui kerjasama dan atau komunikasi yang lebih baik, pengendalian
proses bisnis yang lebih sistematis, penurunan produk yang gagal, pencegahan
pemborosan karena adanya pengendalian proses/aktifitas yang tidak effektif dan
effisien.
5)
Dapat
memberikan proses pembelajaran kepada staf atau seluruh personel dengan metode
pelatihan yang sistematis melalui prosedur dan instruksi yang lebih baik.
6)
Dapat menjadi
pemicu motivasi pimpinan puncak untuk menilai kinerja organisasinya karena
adanya sasaran mutu yang secara berkelanjutan dipantau dan diukur serta
dibandingkan dengan kinerja pesaingnya.
d.
Adanya
pemastian mutu
Organisasi/perusahan memiliki
sistem pemastian mutu yang terstruktur dan sistematis yang dapat
digunakan untuk :
1)
Alat bantu
untuk mengukur produktifitas dan kinerja SDM.
2)
Biaya yang
effektif dan effisien karena adanya konsistensi dan keandalan pelaksanaannya.
3)
Sarana bekerja
dengan benar dan terkendali disetiap waktu.
4)
Sistem Manajemen
dengan kinerja optimal karena adanya sistem PDCA (Plan, Do, Check dan
Action) yang mengendalikan mutu produk secara sistematis.
5)
Setiap personel
memiliki tanggung jawab ,wewenang dan kompetensi yang jelas di bidang tugasnya
dalam melaksanakan aktifitas di organisasi/organisasi.
2.6 Prinsip
Jaminan Mutu
2.6.1 Berorientasi kedepan untuk
mempertemukan kebutuhan dan harapan pasien dan masyarakat
2.6.2 Memfokuskan pada sistem dan
proses
2.6.3 Menggunakan data untuk
menganalisis proses penyampaian pelayanan
2.6.4 Mendorong suatu pendekatan
diri dalam pemecahan masalah dan peningkatan mutu
2.7 Dimensi
Mutu
Fedoroff dan Irawan (2006) merumuskan lima dimensi mutu yang menjadi dasar
untuk mengukur kepuasan, yaitu :
a.
Tangible (bukti langsung)
Yang meliputi fasilitas fisik, peralatan, personil, dan media komunikasi
yang dapat dirasakan langsung oleh pelanggan. Dan untuk mengukur dimensi
mutu ini perlu menggunakan indera penglihatan.
b.
Reliability (keandalan)
Yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang
tepat dan
terpercaya. Pelayanan yang terpercaya artinya adalah konsisten. Sehingga Reliability mempunyai dua aspek penting
yaitu kemampuan memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan dan seberapa jauh
mampu memberikan pelayanan yang tepat atau akurat.
c.
Responsiveness (ketanggapan)
Yaitu kesediaan/kemauan untuk membantupelanggan
dan memberikan pelayanan yang cepat. Dengan kata lain bahwa pemberi pelayanan
harus responsif terhadap kebutuhan pelanggan. Responsiveness juga didasarkan
pada persepsi pelanggan sehingga faktor komunikasi dan situasi
fisik disekitar pelanggan merupakan hal yang penting untuk diperhatikan.
d.
Assurance (jaminan kepastian)
Yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan
dankemampuannya untuk memberikan rasa percaya dan keyakinan atas pelayanan yangdiberikan
kepada pelanggan. Dan komponen dari dimensi ini yaitu keramahan,kompetensi, dan keamanan.
e.
Emphaty (empati)
Yaitu membina hubungan dan memberikan pelayanan sertaperhatian secara
individual pada pelanggannya.
Pendapat lain mengenai dimensi mutu juga dijelaskan oleh Oki (2000) dalam
tujuh dimensi diantaranya yaitu sebagai berikut :
a.
Time, yaitu
seberapa lama customer anda
harus menunggu layanan pelayanan Anda
b.
Timeliness, yaitu
apakah layanan pelayanan andadapat diberikan sesuai janji.
c.
Completeness, yaitu apakah semua bagian atau item daripelayanan anda, dapat diberikan pada customer
d.
Courtes, yaitu
apakah karyawan yang berada di "garis depan" menyapa dan melayani customer
anda dengan ramah dan menyenangkan.
e.
Consistency, yaitu
apakah layanan pelayanan anda selalu dilakukan dengan cara yang sama untuk
semua customer .
f.
Accessbility and convenience
Yaitu apakah layanan pelayanan anda mudah
dijangkau dan dinikmati.
g.
Responsiveness
Yaitu apakah karyawan anda selalu tanggap dan dapat memecahkan masalah yang
tidak terduga ? Selain pendapat-pendapat di atas mengenai dimensi mutu.
Tjong (2004) juga menjelaskan dimensi dari mutu pelayanan dalam lima
dimensi, diantaranya yaitu sebagai berikut :
a.
Dapat Dipercaya (Reliability)
Dapat
dipercaya artinya konsisten, dan pelayanan akan dapat diberikan jika
dapatdipercaya oleh pelanggan.
b.
Responsif (Responsiveness)
Responsif
secara sederhana dapat didefinisikan sebagai kecepatan dan ketanggapan.
c.
Buat Pelanggan Merasa Dihargai (Makes Customer Feel
Valued)
Pelanggan
mempunyai pikiran bahwa merekalah yang orang yang sangat penting saat itu,
sehingga perlu diperhatikan bagaimana menghargai pelanggan.
d.
Empati (Empaty)
Empati merupakan keahlian yang sangat bermanfaat, karena melalui empati
dapat menjembatani pembicaraan kepada solusi. Dan melalui empati, pemberi
pelayananakan berada di sisi yang sama
dengan pelanggan sehingga dapat lebih memahami kebutuhan pelanggan.
2.8 Organisasi Mutu
Ada beberapa kriteria Organisasi Mutu yaitu:
2.8.1 Fokus
Pada Pelanggan
2.8.2 Fokus
Pada Pencegahan Masalah
2.8.3 Investasi
Pada Manusia
2.8.4 Memiliki
Strategi Mutu
2.8.5 Memperlakukan
Keluhan Sebagai Peluang Untuk Belajar.
2.8.6 Memiliki
Definisi Karakteristik Mutu Bagi Semua Wilayah Organisasi
2.8.7 Memiliki
Kebijakan dan Rencana Mutu
2.8.8 Manajemen
Senior Adalah Pengarah Mutu
2.8.9 Proses
Peningkatan Melibatkan Semua Orang
2.8.10 Fasilitator
Mutu Mengarahkan Proses Peningkatan
2.8.11 Anggota
Tampak Mewujudkan Mutu Kreativitas Dikembangkan
2.8.12 Peran
dan Tanggung Jawab Jelas
2.8.13 Memiliki
Strategi Penilaian Yang Jelas
2.8.14 Memandang
Mutu Sebagai Makna Untuk Meningkatkan Kepuasan Pelanggan
2.8.15 Jangka
Panjang
2.8.16 Mutu
Dipandang Sebagai Bagian Budaya
2.8.17 Pengembangan
Mutu Dalam Garis (batas) Strategi Bersama Sebagai Suatu Yang Penting.
2.8.18 Mempunyai
Misi Khusus
2.9 Model jaminan Mutu
2..9.1 Tahap
Analisa Sistem
Tahap Analisa sistem merupakan kegiatan penguraian
dari suatu sistem informasi yang utuh ke dalam bagian komponennya dengan maksud
untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi permasalahan-permasalahan,
kesempatan-kesempatan, hambatan-hambatan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan
yang diharapkan sehingga dapat diusulkan perbaikannya
a.
Mengidentifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan langkah awal dari
analisa sistem. Dalam tahap ini didefinisikan masalah yang harus dipecahkan
dengan munculnya pertanyaan yang ingin dipecahkan.
b.
Memahami Kerja Sistem yang Ada
Langkah ini dilakukan dengan mempelajari secara
rinci bagaimana sistem yang sudah ada berjalan. Untuk mempelajari operasi dari
sistem ini diperlukan data yang dapat diperoleh dengan melakukan penelitian terhadap
sistem.
c.
Menganalisis Sistem
Berdasarkan data yang sudah diperoleh maka dilakukan
analisa hasil penelitian yang sudah dilakukan untuk mendapatkan pemecahan
masalah yang akan dipecahkan
d.
Membuat Laporan
Laporan perlu dibuat sebagai dokumentasi dari penelitian.
Tujuan utamanya adalah sebagai bukti secara tertulis tentang hasil analisa yang
sudah dilakukan.
2.9.2 Tahap
Pendekatan Tim
Pendekatan Tim sudah dimulai sejak saat Jaminan Mutu
mulai dilaksanakan. Pendekatan Tim dalam Pemecahan Masalah adalah suatu
pendekatan untuk memecahkan masalah, dalam hal ini adalah masalah mutu
pelayanan (masalah kompleks), yang terjadi di dalam organisasi pelayanan secara
tim dengan mengikuti langkah-langkah dalam siklus pemecahan masalah (Problem
Solving Cycle) dan mempergunakan alat-alat pemecahan masdalah (Quality
Improvement Tool) serta berdasarkan data. Istilah masalah kompleks yang
ditujukan terhadap masalah Keluaran yaitu outcome dan output pelayanan
kesehatan. Kepuasan pasien adalah keluaran, maka masalah tentang kepuasan
pasien akan dilihat sebagai mutu pelayanan. Kompleksitas masalah itu dapat
terjadi dalam berbagai bentuk, antara lain sebagai berikut:
a.
Besaran atau magnitude suatu masalah
yang kompleks lebih sulit ditentukan;
b.
Penyebab masalah yang kompleks lebih sulit
diketahui atau dimengerti;
c.
Pengumpulan data harus dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab suatu masalah yang kompleks;
d.
Suatu intervensi khusus diperlukan untuk
menghilangkan penyebab masalahnya;
e.
Diperlukan
suatu pemantauan khusus terhadap kemajuan pelaksanaan pemecahan masalah untukm
menentukan apakah masalah kompleks tersebut telah dapat dipecahkan.
Diharapkan organisasi pelayanan dapat memecahkan masalah mutu
dua atau tiga dalam setahun. Proses pemecahan masalah dilaksanakan dalam waktu
kurang lebih 3 bulan. Dimana pemecahan masalah tersebut, apabila menurut hasil
evaluasi dinilai berhasil, akan menjadi SOP organisasi pelayanan untuk kegiatan
yang bersangkutan. Sehingga dengan ini diharapkan organisasi dapat memberikan
pelayanan berdasarkan SOP dengan mutu yang terjamin serta hasil sesuai dengan
yang diharapkan, baik oleh pengguna, pelaksana maupun pimpinan. Yang penting
adalah nahwa Puskesmas selalu bekerja dalam menemukan dan memecahkan masalah
yang kompleks tanpa henti-hentinya.
2.10 Indikator Jaminan Mutu
Untuk
mengukur tercapai tidaknya standar yang telah ditetapkan,maka digunakan
indikator (tolok ukur), yaitu yang menunjuk pada ukuran kepatuhan terhadap
standar yang ditetapkan.Makin sesuai sesuatu yang diukur dengan indikator,makin
sesuai pula keadaannya dengan standar yang telah ditetapkan.Sesuai dengan jenis
standar dalam program menjaga mutu, maka indikatorpun dibedakan menjadi :
a.
Indikator persyaratan minimal
Yaitu
indikator persyaratan minimal yang menunjuk pada ukuran terpenuhi atau tidaknya
standar masukan, lingkungan dan proses. Apabila hasil pengukuran berada di
bawah indikator yang telah ditetapkan pasti akan besar pengaruhnya terhadap
mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
b.
Indikator penampilan minimal
Yaitu
indikator penampilan minimal yang menunjuk pada ukuran terpenuhi atau tidaknya
standar penampilan minimal yang diselenggarakan. Indikator penampilan minimal
ini sering disebut indikator keluaran. Apabila hasil pengukuran terhadap
standar penampilan berada di bawah indikator keluaran maka berarti pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan tidak bermutu.
Berdasarkan
uraian di atas mudah dipahami, apabila ingin diketahui (diukur) adalah
faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan (penyebab), maka yang
dipergunakan adalah indikator persyaratan minimal. Tetapi apabila yang ingin
diketahui adalah mutu pelayanan kesehatan (akibat) maka yang dipergunakan
adalah indikator keluaran (penampilan).
2.11 Manfaat Program Jaminan Mutu
2.11.1 Dapat
meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan
Peningkatan efektifitas pelayanan kesehatan ini erat
hubungannya dengan dapat di atasinya masalah kesehatan secara tepat, karena
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan telah sesuai dengan kmajuan ilmu dan
teknologi dan ataupun standar yang telah ditetapkan.
2.11.2 Dapat
meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan
Peningkatan efisiensi yang dimaksudkan ini erat
hubungannya dengan dapat dicegahnya pelayanan kesehatan yang dibawah standar
dan ataupun yang berlebihan. Biaya tambahan karena harus menangani efek samping
atau komplikasi karena pelayanan kesehatan dibawah standar dapat dihindari. Demikian
pula halnya mutu pemakaian sumber daya yang tidak pada tempatnya yang ditemukan
pada pelayanan yang berlebihan.
2.11.3Dapat meningkatkan penerimaan masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan.
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan
telah sesuainya pelayanan kesehatan dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa
pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya
pasti akan berperanan besar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
secara keseluruhan.
2.11.4 Dapat
melindungi penyelenggara pelayanan kesehatan dan kemungkinan timbulnya gugatan
hukum
Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat
pendidikan masyarakat, maka kesadaran hukum masyarakat juga telah semakin
meningkat. Untuk mencegah kemungkinan gugatan hukum terhadap penyelenggara
pelayanan kesehatan, antara lain karena ketidak puasan terhadap pelayanan
kesehatan, perlulah diselenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya.
Dari uraian ini, mudah dipahami bahwa terselenggaranya program menjaga mutu
pelayanan kesehatan mempunyai peranan yang amat besar dalam melindungi
penyelenggara pelayanan kesehatan dan kemungkinan timbulnya gugatan hukum,
karena memang pelayanan kesehatan yang diselenggarakan telah terjamin mutunya
2.12 Ruang Lingkup Kegiatan
2.12.1 Membangun
Kesadaran Mutu
Merupakan upaya penggeseran cara pandang peran dan
fungsi organisasi pelayanan kesehatan dari ”memberi obat” ke ”melayani pasien”,
dari ”pemeriksaan cepat” ke ”pemeriksaan sesuai standar”, dari ”pekerjaan saya”
ke ”pekerjaan kita“ dan dari “pelayanan yang tidak ramah” menjadi pelayanan
yang ramah dan penuh senyum”. Petugas organisasi pelayanan kesehatan harus
mendapat keyakinan bahwa pendekatan Jaminan Mutu akan memberikan perubahan yang
bermakna bagi kualitas pelayanan yang diberikan dan bersama-sama dalam satu tim
mampu mengidentifikasi masalah di lingkungan pelayanan dan kemudian mencarikan
jalan terbaik bagi pemecahan masalah tersebut.
2.12.2 Pembentukan
Tim Jaminan Mutu
Berdasarkan Surat Keputusan kepala organisasi pelayanan
kesehatan dan mendapat dukunghan dari kepala organisasi tersebut dan petugas
lainnya. Tim Jaminan Mutu dapat terdiri dari sub-tim yang mempunyai fungsi
tertentu: sub-tim pembuatan standar, sub-tim pelaksanaan dan sub-tim penilaian
kepatuhan terhadap standar dan evaluasi.Tim Jaminan Mutu harus mendapatkan
pelatihan tentang jaminan mutu. Jumlah anggota tim atau sub-tim dapat berkisar
4-5 orang.
2.12.3 Pembuatan
Alur Kerja dan Standar Pelayanan
Alur pelayanan ditempel di dinding agar mudah
diketahui dan sebagai penunjuk jalan bagi pasien maupun pengunjung unit
pelayanan kesehatan. Alur kerja: loket,
alur keja pelayanan, laborsatorium, apotik, dan lain sebagainya yang dibuat
dalam bentuk skema, dibingkai dan ditempel di masing-masing ruang pelayanan
terkait serta terlihat oleh petugas. Pembuatan alur kerja ini sekaligus dapat
diikuti dengan identifikasi berbagai hambatan/kendala yang membuat alur kerja
ini tidak jalan atau membutuhkan waktu yang lama. Standar pelayanan medik yang
penting dibuat dalam bentuk algoritme medik, misalnya styandar penatalaksanaan
diare, penatalaksanaan demam pada anak, penatalaksanaan anak dengan batuk dan
kesulitan bernafas, penatalaksanaan pasien TB paru, dan lain-lain.
2.12.4 Penilaian
Kepatuhan Terhadap Standar
Untuk menilai tingkat kepatuhan, digunakan daftar
tilik penilaian yang telah disiapkan terlebih dahulu. Penilaian tingkat
kepatuhan dilakukan oleh rekan kerja dari unit pelayanan kesehatan lain (peer
review) atau sejawat dari unit pelayanan yang sama tetapi harus dijaga
kerahasiaan rekan yang ditunjuk sebagai penilai ataupun supervisor dari Dinas
Kesehatan Kabupaten. Sesuai dengan kegunaannya daftar tilik dipakai untuk
mengukur kelengkapan sarana dan prasarana, pengetahuan pemberi pelayanan,
standar kompetensi teknis petugas dan persepsi penerima pelayanan.
2.12.5 Penyampaian
Hasil Kegiatan
Data temuan yang terkumpul diolah dan dianalisa
untuk kemudian disajikan dalam Lokakarya Mini oraganisasi/unit pelayanan. Jika
nilai tingkat lkepatuhan di bawah 80% maka keadaan ini perlu diperbaiki dengan
melakukan intervensi terhadap penyebab rendahnya tingkat kepatuhan terhadap
standar.
2.12.6 Survei
Pelanggan
Dilakukan secara sederhana dengan membuat kuesioner
kemudian dibagikan kepada pasien/klien sambil diminta untuk diisi dan segera
mengembalikannya pada kotak yang tersedia di Puskesmas.
Jika ditemukan lebih darei 5% pasien/klien tidak
puas, perlu dilakukan tindakan segera untuk mengetahui sebab-seba
kertidakpuasan pasien, misalnya melalui studi kualitatif (disklusio kelompok atau
wawancara mendalam) atau menggunakan kuesioner terstruktur melalui wawancara
langsung kepada pasien/klien
2.12.7 Penyusunan
Rencana Kegiatan
Sebelumnya tim jaminan mutu secara bersama-sama
melakukan analisis permasalahan melalui siklus pemecahan masalah yanmg terdiri
dari:
a.
Identifikasi masalah
b.
Penentuan prioritas masalah
c.
Mencari penyebab masalah
d.
Mencari alternatif pemecahan masalah
e.
Menetapkan pemecahan masalah
f.
Menyusun rencana kegiatan pemecahan
masalah.
PoA
antara lain berisi:
Penanggungjawab
pelaksana kegiatan: membuat alat bantu kerja.
Pendekatan yang digunakan untuk meningkatkan kepatuhan: kalakarya
Pendekatan yang digunakan untuk meningkatkan kepatuhan: kalakarya
Melengkapi
sarana yang kurang: realokasi atau pengaturan
Cara
pemantauan kemajuan pelaksanaan kegiatan
Dari pengalaman ini Puskesmas akan mengerti bahwa
mutu itu dapat ditingkatkan oleh petugas Puskesmas secara mandiri, tanpa
bantuan dari luar dan dengan menggunakan cara yang sederhana hingga ke cara
yang lebih kompleks.
Untuk mempermudah proses pemecahan masalah, beberapa
instrumen mutu sederhana dapat digunakan, misalnya:
a.
Curah pendapat (brain storming), untuk
menggali berbagai alternatif pemecahan masalah dan solusinya;
b.
Muliple Criteria Utility Assessment
(MCUA), untuk pengambilan keputusan bersama;
c.
Check List
d.
Diagram alur (flowchart) untuk menjelaskan
komponen yang terlibat dalam proses;
e.
Diagram Ishikawa (diagram tulang ikan)
untukn menggali kemungkinan penyebab.
f.
Data matrik.
2.12.8 Pemantauan dan Supervisi
Kunjungan penyelia (supervisor) kabupaten/kota untuk
berkunjung secara berkala (1-3 bulan sekali) ke Puskesmas untuk memantau status
kegiatan jaminan mutu di suatu Puskesmas.
Beberapa masalah yang ditemui dapat diatasi dengan
perbaikan proses pelaksanaan, akan tetapi dapat pula terjadi masalah yang
ditemui hanya bisa diatasi dengan bantuan sarana-prasarana dari kabupaten/kota,
bahkan mungkin diperlukan bantuan teknis dari propinsi atau arah kebijakan dari
pemerintah pusat.
Keberhasilan kegiatan pemantauan dan supervisi
sangat tergantung pada konsistensi kegiatan (teratur, taat azas serta berkesinambungan),
kapasitas (pengetahuan dan ketrampilan) penyelia untuk memberikan bantuan
teknis, daftar tilik pemantauan, data status kegiatan dan adanya dukungan
kepala unit organisasi dan Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/kota untuk
mengatasi masalah/hambatan yang muncul.
2.12.9 Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada akhir siklus kerja tim
jaminan mutu (3-6 bulan). Pada akhir tahun, Tim Jaminan Mutu Puskesmas
melakukan Penilaian Kinerja Jaminan Mutu yang telah dilakukan bertempat di aula
Dinas Kesehatan Kabupaten/kota. Bahan presentasi mencakup pencapaian program
terhadap indikator keberhasilan yang telah ditetapkan dan penyampaian
identifikasi proses pembelajaran atas pelaksanaan kegiatan selama ini serta
rekomendasi/saran tindaklanjut. Keberhasilan suatu organisasi pelayanan
menjalankan suatu kegiatan dapat menumbuhkan inspirasi dan bahkan menjadi tolok
banding (benchmarking) oleh organisasi pelayanan lainnya untuk
meniru/mencontoh dengan melakukan kunjungan lapangan ke organisasi
pelayananyang telah berhasil tersebut.
2.13 Tahap-Tahap Pelaksanaan
Jaminan Mutu
2.13.1 Tahap
Pelaksanaan Analisis Sistem dan Supervisi
a. Cara
pelaksanaan analisis sistem/supervisi dengan cara Peer Review (ulasbalik
kesejawatan).dengan mengikuti cara perputaran Robin.
Pengamatan tingkat kepatuhan dilakukan oleh sejawat
yang sama dari Puskesmas lain menggunakan instrumen berupa Daftar Tilik
(checklist).
Daftar Tilik berisi item-item yang harus
dilaksanakan oleh petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Analisis Sistem merupakan suatu audit atau penilaian terhadap mutu pelayanan
kesehatan, adapun penilaian meliputi beberapa aspek:
1)
Kepatuhan terhadap standar
Pengamatan dilakukan untuk menilai kepatuhan petugas
terhadap standar yang ada dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Cara supervisor memeriksa kepatuhan terhadap standar:
Cara supervisor memeriksa kepatuhan terhadap standar:
a.
Ambil secara acak masing-masing 3
Catatan Medik pasien yang relevan dan telah dilaksanakan pengukuran terhadap
standar.
b.
Periksa Catatan Medik tersebut dan catat
hasil temuan pada kolom yang tersedia.
Kecenderungan dari beberapa petugas kesehatan yang
mematuhi Daftar Tilik artinya melakukan semua yang terdapat di dalam Daftar
Tilik, akan tetapi tidak mematuhi Standar. Contohnya: poetugas kesehatan
mungkin telah menanyakan semua pertanyaan yang menyangkut anamnesis dan
melakukan pemeriksaan terhadap geejala klinik, tetapi salah melakukan
klasifikasi/diagnosis atau salah memberikan pengobatan. Sebagai akibatnya dapat
terjadi persepsi/anggapan yang keliru tentang Jaminan Mutu, yaitu petugas
Puskesmas menganggap Jaminan Mutu adalah Daftar Tilik.
2)
Pengetahuan Petugas Puskesmas
Selain pengamatan, juga akanm dilakukan wawancara
oleh pengamat tentang pengetahuan petugas yang diamati, menggunakan alat bantu
berupa Daftar Tilik.
3)
Pengetahuan Pasien
Wawancara juga dilakukan terhadap pasien/pengantar
untuk mengetahui pengetahuan mereka tentang penyakit atau pelayanan yang
diberikan berhubungan dengan kunjungannya ke Puskesmas. Wawancara dilakukan
setelah pasien selesai mendapatkan pelayanan sewaktu akan meninggalkan
Puskesmas (exit interview) menggunakan instrumen Daftar Tilik.
4)
Ketersediaan Sarana (Obat dan Alat)
Dilakukan pengamatan ketersediaan alat dan obat
yangg mendukung pelayanan kesehatan yang bersangkutan, menggunakan instrumen
berupa Daftar Tilik.
Pengisian Daftar Tilik cukup dengan memberikan tanda
’v’ pada kotak yang tersedia sesuai dengan hasil pengamatan dan jawaban.
b.
Area Pelayanan yang dilakukan pengamatan
Area Pelayanan Kesehatan Dasar penting adalah:
Pelayanan Antenatal, Batuk dan Kesulitan Bernafas, Imunisasi. Untuk selanjutnya
Puskesmas akan melakukan pengamatan untuk area lainnya sesuai dengan prioritas
(kondisi) setempat.
c.
Pelaksana
Empat atau lima
petugas kesehatan dalam satu organisasi, biasanya terdiri dari seorang dokter,
bidan, perawat, tenaga gizi dan atau Jurim yang telah mendapat Pelatihan
Analisis Sistem, sehingga mereka terampil dalam menggunakan Daftar Tilik untuk
melakukan pengamatan langsung terhadap petugas. Pelayanan kesehatan yang sedang
dilakukan harus telah berdasarkan suatu Standar Pelayanan yang telah
disepakati.
d.
Jumlah sampel
Untuk setiap area akan dikumpulkan sejumlah 25
kasus. Ada kalanya setelah melakukan pengamatan selama 5-6 hari dalam kutrun
waktu dua minggu, tetapi tidak terkumpul 25 kasus, maka pengamatannya
dihentikan, dan data yang akan digunakan cukup dengan jumlah yang sudah
terkumpul saja.
e.
Cara melakukan pengumpulan data
1)
Pengamatan Langsung
2)
Wawancara terhadap petugas Puskesmas
yang diamati
3)
Wawancara dengan pasien/klien
4)
Ketersediaan Peralatan Essensial
f.
Jumlah petugas yang diamati
Tujuan
pengamatan ialah menentukan Tingkat Kepatuhan Puskesmas, maka pengamatan
dilakukan terhadap sebanyak mungkin petugas Puskesmas (jika Petugas Puskesmas
lebih dari seorang), kecuali dokter, kalau dokter hanya seorang saja.
Diupayakan melakukan pengamatan seproposional mungkin dengan jumlah pasien yang
diperiksa oleh petugas kesehatan yang diamati.
g.
Pengolahan dan analisa
Data yang terkumpul dibuat tabulasi, kemudian
dihitung tingkat kepatuhan/tingkat pengetahuan/tingkat kelengkapan sarana
dengan mempergunakan rumus sebagai berikut: Tingkat kepatuhan = Jumlah Ya Jumlah
(Ya + Tidak)
h.
Penyusunan Rencana Kegiatan atau Plan
of Action
Organisasi pelayanan kesehatan tetangga yang
melakukan pengamatan, setelah mengolah data akan memberikan umpan balik kepada
unit pelayanan yang diamati. Umpan balik tersebut diberikan pada Lokakarya di
tingkat kabupaten. Setelah menerima umpan balik tersebut, maka Puskesmas segera
membuat suatu Rencana Kegiatan atau Plan of Action (PoA) untuk meningkatkan
Tingkat Kepatuhan Petugas terhadap Standar, tingkat pengetahuan serta tingkat
kelengkapan sarana, sehingga menjadi sekurang-kurangnya 80%. PoA tersebut
antara lain berisi: penanggungjawab untuk melaksanakan kegiatan, pendekatan
yang digunakan untuk meningkatkan kepatuhan dan cara pemantauan kemajuan
pelaksanaan kegiatan. Contoh:
1)
Membuat job aid yang dapat dipergunakan
sebagai alat Bantu bagi petugas agar selalu ingat standar pelayanan.
2)
Melakukan kalakarya (on the job
training) untuk meningkatkan ketrampuilan dan pengetahuan petugas.
3)
Melengkapi sarana yang masih kurang
dengan cara realokasi atau pengaturan.
i.
Pemantauan dan Supervisi
Selama organisasi pelayanan melaksanakan rencana
kegiatan (PoA) maka diharapkan Supervisor kabupaten/kota akan sering berkunjung
ke organisasi pelayanan untuk membantu petugas kesehatan meningkatkan Tingkat
Kepatuhan terhadap Standar.
Selain oleh Supervisor kabupaten/kota, maka kepala
organisasi pelayanan juga harus memantau petugas Puskesmas.
Ada dua hal yang harus menjadi perhatian Supervisor,
yaitu:
1)
Apakah petugas Puskesmas mematuhi
Standar? Apakah semua kegiatan yang terdapat di dalam Standar dikerjakan?
2)
Apakah petugas Puskesmas melaksanakan
Standar dengan benar?
Misalnya
di dalam Standar menyebutkan harus mengukur tekanan darah, pengamat akan
melihat petugas yang diamati melakukan pengukurasn tekanan darah secara tepat
dan benar.
Evaluasi
Tiga sampai enam bulan setelah ulasbalik kesejawatan
yang pertama dilakukan lagi ulasbalik kesejawatan yang kedua, dengan cara dan
instrumen yang sama, tetapi cukup dengan mengumpulkan 12 pengamatan. Penyajian
data sama dengan ulasbalik kesejawatan yang pertama.
Tingkat kepatuhan/pengetahuan/ketersediaan sarana
yang diperoleh pada peer review pertama (25 kasus) dibandingkan dengan hasil
peer review kedua (12 kasus) dan diharapkan terjadi peningkatan tingkat
kepatuhannya.
2.13.2 Tahap
Pelaksanaan Pendekatan Tim dalam Pemecahan Masalah
Pendekatan Tim sudah dimulai sejak saat Jaminan Mutu
mulai dilaksanakan. Pendekatan Tim dalam Pemecahan Masalah adalah suatu
pendekatan untuk memecahkan masalah, dalam hal ini adalah masalah mutu
pelayanan (masalah kompleks), yang terjadi di dalam organisasi pelayanan secara
tim dengan mengikuti langkah-langkah dalam siklus pemecahan masalah (Problem Solving
Cycle) dan mempergunakan alat-alat pemecahan masalah (Quality Improvement Tool)
serta berdasarkan data.
Istilah masalah kompleks yang ditujukan terhadap
masalah Keluaran yaitu outcome dan output pelayanan kesehatan. Kepuasan pasien
adalah keluaran, maka masalah tentang kepuasan pasien akan dilihat sebagai mutu
pelayanan. Kompleksitas masalah itu dapat terjadi dalam berbagai bentuk, antara
lain sebagai berikut:
a. Besaran
atau magnitude suatu masalah yang kompleks lebih sulit ditentukan;
b. Penyebab
masalah yang kompleks lebih sulit diketahui atau dimengerti;
c. Pengumpulan
data harus dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab suatu masalah yang
kompleks;
d. Suatu
intervensi khusus diperlukan untuk menghilangkan penyebab masalahnya;
e. Diperlukan
suatu pemantauan khusus terhadap kemajuan pelaksanaan pemecahan masalah untukm
menentukan apakah masalah kompleks tersebut telah dapat dipecahkan.
Diharapkan organisasi pelayanan dapat memecahkan
masalah mutu dua atau tiga dalam setahun. Proses pemecahan masalah dilaksanakan
dalam waktu kurang lebih 3 bulan. Dimana pemecahan masalah tersebut, apabila
menurut hasil evaluasi dinilai berhasil, akan menjadi SOP organisasi pelayanan
untuk kegiatan yang bersangkutan. Sehingga dengan ini diharapkan organisasi
dapat memberikan pelayanan berdasarkan SOP dengan mutu yang terjamin serta
hasil sesuai dengan yang diharapkan, baik oleh pengguna, pelaksana maupun
pimpinan. Yang penting adalah nahwa Puskesmas selalu bekerja dalam menemukan
dan memecahkan masalah yang kompleks tanpa henti-hentinya.
2.14 Cara Menjaga Kelangsungan
jaminan Mutu di Puskesmas
Cara menjaga kelansungan Jaminan Mutu di Puskesmas
adalah:
2.14.1 Mempertahankan
tingkat kepatuhan terhadap standar, dalam arti profesionalisme petugas dalam
memberikan pelayanan tetap memegang ‘best practice’.
2.14.2 Mengintegrasikan
Jaminan mutu ke dalam sistem manajemen Puskesmas yang telah ada yaitu
Perencanaan Tingkat Puskesmas, Lokakarya Mini Puskesmas dan Penilaian Kinerja
Puskersmas dengan cara:
a.
Identifikasi masalah melalui Penilaian
Kinerja
b.
Proses pemecahan masalah melalui PTP
c.
Evaluasi dan monitoring melalui
Lokakarya Mini Puskesmas.
terima kasih kak artikelnya sangat membantu
BalasHapuskak kalo boleh tau ini refrensinya darimana aja ya kak? terima kasih kak
Tq artikelnyat tp refrensinya dari mana aja?
BalasHapus